Harian Kendari

Ombudsman RI Bahas Overfishing Dalam Giat Seminar Sharing Knowledge About Public Policy

Hariankendari, Jakarta-Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menjadi narasumber dalam kegiatan Seminar Sharing Knowle8dge About Public Policy yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Jakarta dengan membawakan materi terkait Overfishing pada Selasa (09/05/2023) secara daring.

Dalam paparannya, Hery menyampaikan bahwa jenis overfishing yang terjadi antara lain Growth Overfishing yaitu terjadi karena penangkapan ikan yang masih belum cukup umur atau masih dalam masa pertumbuhan, sehingga dampaknya adalah terganggunya komunitas ikan, Recruitment Overfishing yaitu terjadi pada saat populasi ikan dewasa (ikan yang bertelur) mengalami deplesi hingga ke tingkat dimana kapasitas reproduksi tidak lagi dapat bertambah, sehingga tidak ada cukup ikan dewasa untuk menghasilkan, Ecosystem Overfishing yaitu bentuk permanen ikan berlebihan yang dapat memberi dampak negatif dan merusak ekosistem tangkapan ini terjadi ketika keseimbangan ekosistem berubah dan terganggu akibat penangkapan ikan berlebih.

“Sebagian stok ikan di Indonesia benar-benar habis atau sudah ditangkap secara berlebihan. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, 90% kapal Indonesia melakukan penangkapan di wilayah tangkap yang sudah overfising. Perairan Indonesia adalah rumah bagi 37% spesies laut di dunia, banyak di antaranya terancam punah akibat penangkapan ikan. Udang, misalnya, sudah ditangkap secara berlebihan di lebih dari dua pertiga perairan Indonesia, sehingga menjadi semakin langka,” terang Hery.

Menambahkan, Hery mengatakan bahwa perlu adanya pengawasan terkait permasalahan overfishing, antara lain pengawasan dalam sumber daya manusia yaitu dibutuhkan anggota pengawas yang terdidik dan telah dibekali keahlian dalam pengawasan. Pengawasan sarana dan prasarana yaitu kelengkapan kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri. Dana dan anggaran yaitu terjadi keterlambatan pemerintah dalam mengeluarkan anggaran biaya operasional untuk pelaksanaan pengawasan dilapangan. kendala teknis yaitu kondisi perairan laut yang luas tidak sebanding dengan jumlah anggota pengawas dan kendala kapal patrol yang minim dan terbatas.

“Proses penangkapan yang tidak ramah lingkungan, tidak hanya ikan yang besar tetapi ikan kecil maupun terumbu karang dengan mata jaring yang kecil akan mengakibatkan kerusakan dalam ekosistem, selain itu penangkapan ikan ada juga yang menggunakan bom, racun dan lain lainnya, ini merupakan suatu ancaman bagi habitat ikan tidak hanya di perairan lapiran atas tapi juga di lapisan laut,” jelas Hery.

Terkait permasalahan overfishing, Hery menyampaikan solusi dalam penanganan permasalahan overfishing yaitu dengan menerapkan Penangkapan Ikan Teratur, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur yang mengatur antara lain pemanfaatan secara optimal sumber daya ikan dengan memperhatikan daya dukung melalui pengaturan zona penangkapan ikan terukur dan kuota penangkapan ikan.

“Penangkapan ikan ini dapat terukur berdasarkan jumlah, jenis, berat dan alat dalam pengkapan guna menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional, ini kolerasinya akan berpengaruh pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), ini tidak mudah karena banyak nelayan kita yang tidak biasa karena hasil tangkapannya tidak besar, alat sederhana, serta jangkauan tidak terlalu jauh. Ketika mendapatkan ikan apalagi harus setor PNBP meraka sangat risau karena ketika mereka berlabuh meraka membutuhkan solar yang mendapatkannya tidak mudah, khususnya nelayan kecil tidak mudah untuk mendapatkan bahan bakar solar bersubsidi,” jelas Hery.

Dalam koordinasi penyelenggara pembinaan penataan ruang, Hery mengatakan bahwa akselerasi program pengelolaan ruang laut merupakan implementasi Pasal 8 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu dengan melakukan penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat, dan pelayanan konsultasi. Selain itu, penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara harus bertanggungjawab atas ketidaknyamanan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.

Pada pertengan tahun 2023 ini Ombudsman RI akan melakukan kajian terkait penangkapan ikan secara terukur dan pada akhir tahun akan dirilis.

Studi kasus dilakukan pada sembilan zona penangkapan ikan terukur yaitu di Banda Aceh, Pontianak Kalimantan Barat, Jakarta, Serang Banten, Cirebon Jabar, Cilacap Jawa Tengah, Banyuwangi Jawa Timur, Bitung Sulawesi Utara, dan Ambon Maluku

Di akhir paparannya, Hery menyampaikan bahwa dalam urgensi membangun koordinasi dan kerja sama antar lembaga, Ombudsan RI menerapkan metode epta helix yang terdiri dari elemen DPR/DPRD, Pemerintah Pusat (K/L) dan Daerah, Kelompok Bisnis (BUMN/BUMD/BUMS/BHMN), Kampus/Akadmisi, Pers dan Masyarakat (ORMAS/LSM). “Dalam koteks pengawas Ombudsaman RI tidak bisa bekerja sendiri, harus berkoordinasi, berkolaborasi, dan kerja sama membangun jaringan kerja dengan elemen-elemen yang ada untuk pembangunan yang berkelanjutan dan kerja sama yang kuat,” terang Hery.

Turut Hadir dalam seminar, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Prof. Sarkadi, Koordinator Prodi Magister Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Prof. Tjipro Sumadi, Dosen Pengampu Mata Kuliah, Prof. Nadiroh dan Fauzi Abdillah, serta seluruh mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta