Harian Kendari

Kebijakan Pro Rakyat (Anies Rasyid Baswedan)

Prof. Rasyid Masri, Guru Besar Sosiologi. UIN Alaudin

Membangun citra di era digitalisasi teknologi komunikasi dan informasi tidaklah sulit karena media sosial dapat membantu citra seseorang untuk terlihat merakyat dan religius secara tiba tiba, hal yang sering terlihat dan bersifat musiman ketika mendekati PEMILU, PILEG, PILKADA bahkan Tingkat PILKADES, sehingga sering rakyat tertipu ketika kampanye visi misinya pro rakyat tapi setelah terpilih kebijakannya ternyata jauh dari kebutuhan dasar rakyat sehingga tersindir dengan guyonan “Jangan Gaya Doang terlihat merakyat tapi kebijakannya ternyata jauh dari rakyat” bahkan banyak melukai hati nurani rakyat terutama wong cilik meminjam istilah presiden Pertama Ir.Sukarno.

Salah satu figur yang unik yakni dan selalu menjadi magnik pemerhati media adalah sosok Gubernur Anies Rasyid Baswedan, yang awalnya diragukan karena terlihat bergaya elitis seorang mantan rektor dan tokoh intelektual muda Cendikiawan Indonesia yang mendunia dan tidak terlihat berpenampilan bermuka wong deso, sehingga banyak yang meragukannya sulit pro rakyat.

Namun seiring dengan waktu ternyata terus menunjukkan keberpihakannya, kebijakannya pro dengan rakyat kecil dan sangat memperhatikan jasa -jasa para tokoh tokoh yang berjasa yang membangun Jakarta yang terabaikan seperti jasa Bang Ali Sadikin dan Mantan Wakil Presiden Adam Malik dan tokoh bangsa lainnya yang tinggal dan punya rumah di Jakarta mendapat perhatian khusus yakni dengan mengeluarkan kebijakan membebaskan semua Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumahnya yang sebagian besar para tokoh tokoh lainnya tak sanggup bayar PBB ratusan juta per tahun, yang super mahal di ibu kota Republik. Banyak yang tak sanggup lagi membayar PBB nya dan sebagian besar perlahan menjual semua rumah dan tanahnya ke orang lain (kaum berduit ) dan kemudian secara tidak langsung tergusur dari Jakarta.

Kebijakan Gubernur Anies R Baswedan tentu tidak populer, tetapi itu adalah ketajaman hati nurani seorang pemimpin, mirip dengan kisah khalifah Umar Bin Khatab yang bijak selalu pro rakyat miskin dan tajam jiwa sosialnya melihat denyut penderitaan rakyatnya.

Merespons kebijakan baru Anies R Baswedan, yakni kebijakan membebaskan Pajak PBB bagi para Guru-guru dan rumah – rumah yang memiliki nilai jual 2 milyar ke bawah suatu tindakan yang amat berani, sebab tentu kebijakan tersebut akan menggerus pendapat daerah di sektor pajak PBB, karena jumlah orang miskin urban perkotaan tidaklah kecil terutama kaum miskin kota dan kelas menegah ke bawah.

Dalam perspektif ekonomi tentu betul, tapi dalam perspektif sosiologis kebijakan tersebut menyentuh hak -hak sosial dasar bagi jutaan rakyat miskin perkotaan untuk tetap sedikit mengurangi beban hidup dan pengeluaran dompetnya, yang boleh jadi uang yang dialokasikan untuk bayar PBB dapat mereka alihkan ke kebutuhan kelanjutan sekolah anak-anaknya dan membantu meraih cita citanya dan boleh jadi uang tersebut bisa dialihkan untuk kebutuhan kesehatan dan jaminan masa tua.

Kejadian tersebut yang nyata di sebut pro rakyat, yang nyata dirasakan langsung oleh rakyat bukan janji-janji politik yang manipulatif.

Salah satu ciri pemimpin yang tidak pro dengan rakyat sering menunjukkan tabiat eufemisme kekuasaan yakni seorang pemimpin yang katanya pro rakyat dan terlihat merakyat tapi ternyata kebijakannya mencekik dan merugikan hak hak dasar hidup sosial masyarakat.

Kebanyakan pemimpin sekarang banyak yang lupa cita cita pendiri bangsa dan para pendiri bangsa memiliki perilaku tabiat yang hidupnya ‘mission sacre’ yakni perilaku yang menjunjung tinggi etika dan moral dalam berpolitik jauh dari ke pura putaran. Wallahu a’alam.

Penulis : Prof. Rasyid Masri (Guru Besar Sosiologi UIN Alaudin)